Sound of Seventh Trumpet


1st day

Terus bergelut dengan pikiran tentang sesuatu yang sungguh begitu abstrak, hingga sajak-sajak yang coba kutuliskan tergeletak indah di batas imaji. Apakah ada hal nan begitu indah di banding dengan makna dibalik senyumanmu?
Jika ada penarikan organ tubuh oleh sang pencipta maka aku akan berkata, “Engkau dapat mengambil semuanya tapi kumohon sisakan sepasang mata untukku, sebab aku bisa terus hidup dengan melihat nyawaku bergelantungan indah pada senyumnya"
Seperti mengisyaratkan sesuatu, tiap kali kau tertawa, semesta raya berhenti seraya memberimu ruang untuk tetawa lepas. Kau tidak cantik juga tidak menawan karena kau adalah apa yang mataku lihat dan apa yang pikiranku maknai juga apa yang hati ini pahami.


2nd day

Bukankah kehidupan di bawah matahari hanya mimpi? Bukankah apa yang saya lihat, dengar, dan bau ini hanya fatamorgana dunia sebelum dunia? Apakah kejahatan benar-benar ada, dan apakah ada orang yang benar-benar jahat? Bagaimana bisa bahwa saya, siapa aku, tidak sebelum aku, dan bahwa kadang-kadang saya, yang saya, tidak lagi akan menjadi salah satu saya?

3rd day

Menatap jauh ke dalam mata seekor kucing, sepertinya mata itu mengatakan sesuatu… “Sungguh memilukan menjadi seekor hewan yang tunduk terhadap rantai mekanisme kehidupan” Tapi… “Mungkin saja akan jauh lebih menyedihkan jika terlahir sebagai binatang yang di beri kelebihan akal untuk bernalar

4th day

Pengujung hari berakhir dengan tawa meskipun itu berarti fana. jelas langkah kakiku masih melangkah dalam lingkup kebingungan masa. ada yang hampa dalam hidup ini dan "Mungkin" tak akan pernah terisi. Manusia terus berharap dalam dusta, berdo'a bersama zina. Materialis masih menjadi Tuhan dan kita sibuk membela Agama, sehinggi lupa bertuhan. Semoga ada "kata-kata" yang menampar kesadaran manusia akan hakikat kehidupan. Kami binatang hina yang berpikir layaknya Tuhan yang tau segalanya. kami berdebat dengan referensi tapi luput akan makna, lalu juga kami beribadah berlandaskan rutinitas yang tak berkualitas. beribadah karena budaya bukan karena paham. ketika Mashab saling berteriak menyuarakan kebenaran, rakyat bingung dalam kepercayaan.
Semuanya menjadi abu-abu ketika kebenaran digantikan dengan kepentingan. anjing-anjing berdasi terus tertawa di atas derita, karena uang, kebenaran menjadi terbuang dan suara-suara sumbangpun hilang. Anjing berdasi berpidato di atas hamparan dusta yang nyata, berkata-kata manis dalam harap yang tak akan menyatu dengan realita. Demokrasi hanyalah lambang keadilan yang bertengger dalam kekuasaan. Mulut berbusa bicara keadilan namun dusta yang terus kau ulang-ulang. Bubarkan nusantara bentuk negeri ke 5.

5th day

Kau hidup dalam dunia fiksimu, meninggalkan realita dan beranjak pergi dari duniamu. 
Tertawalah, mungkin itu adalah hal indah yang terakhir, sebab Tuhan tak menjawab namun menghadiri.
Sebagian dari kalian ikut ke dalam arus dusta kehidupan seperti ikan yang mati, tapi ada beberapa ikan yang hidup dan melawan arus dusta itu. Dengan kebenaran ia berdiri.
Menangislah, habiskan air matamu agar ketika duka datang mengetuk pintu hati kalian yang rapuh, air mata kalian tak akan jatuh lagi dan tak menandakan kalian sedang bersedih.

Tak ada yang lebih mengerikan selain waktu dan kenyataan yang rakus, mereka menghabisi senyum yang berharga dan menyisakan kenangan yang diabadikan dalam siluet memori dengan begitu fantastis.
Memori yang akan selalu hadir dalam sepi, lalu pergi ketika rutinitas mengintai.
sungguh begitu lengkap.


6th day

Senja telah memecah lamunan panjangku pada kehidupan yang singkat, tentang noda yang coba kusingkap pada tabir waktu kehidupan yang abadi. 
Tuhan telah berfirman dalam kitab-kitab-Nya yang suci namun kami ( Manusia ) Masih saja mengkhianati.
Banyak dari kami ( Manusia ) yang munafik, candu dengan materi hingga membenamkan diri dalam kerlap-kerlip fantasi dunia.
Sekarang kami ( Manusia ) terlena dengan dunia yang kami ( Manusia ) buat sendiri dengan dosa.

Mungkinkah kami ( Manusia ) akan menunggu kitab-kitab itu berhenti bercerita dan akhirnya paham akan makna-makna?.
Kepercayaan yang kami ( Manusia ) bawa dari lahir, entah itu hanyalah budaya rutinitas atau memang ibadah yang berkulitas dalam paham.
Paham? Apa yang kami ( Manusia ) tau?. Mungkin satu hal yang pasti, seperti yang dikatakan oleh Sokrates, "The only thing I truly know... is that I know nothing".
Mungkin manusia akan terjebak dalam rutinitas, akan muak dengan hidup. Bagi mereka yang tak paham akan dirinya sendiri.

Karena aku hanya berjalan diatas rapuhnya kaca perjuangan. Sendiri menentang hidup, menggugat diri dengan tegap. Siap akan resiko yang terburuk lebih baik di bandingkan duduk dengan suntuk. Cerita hidup telah di mulai seiring waktu mulai berjalan.

7th day

Seteguk sesal mungkin akan tetap terasa, selama adanya sapa di antara kita. Berpura-pura akan perasaan yang menggugat untuk di ungkap, tapi kau tetap saja berdusta dengan harap. satu hal yang akan tetap abadi dalam diri, mungkin itu adalah sepi.
pengetahuan berujung dengan keraguan. berbahaya jika dilanjutkan tapi bodoh jika ditinggalkan. kebenaranku sungguh palsu, dibanding dengan firman-Mu. pertanyaan-pertanyaan muncul satu per satu di tengah hamparan dunia yang palsu. jika hidup adalah panggung sandiwara, apakah tuhan sedang tertawa?. mungkin benar "Manusia berpikir Tuhan-pun tertawa"
Pertanyaan atau pernyataan filosofis?
Apakah engkau mempercayai kepedihan, yang membaca dirimu dengan tawa?
Apakah engkau mempercayai kebahagiaan, yang menulis dirimu dengan tangis? 
Padahal hidup kita adalah sekelumit cerita; persis tawa dan tangis orang-orang gila. 

Orang gila toh manusia juga 
Tak lebih tak kurang seperti kita 
Menghirup luka-luka dengan kedua lubang hidungnya 
Membuang najis dengan satu lubang duburnya 
Sesungguhnya kita bukan babi atau kera. 
Yang rindu mendedah mimpi 
Merangkai kata menjadi sebuah puisi 
Kadang pula sibuk mencari makna kata-kata yang tersembunyi 
Atau mengais-ngais tumpukan alinea yang sangsi atas eksistensinya sendiri 
Apakah kau percaya dunia merapuh di mata kita? 
Bukankah “manusia” telah disusun kembali dari huruf dan angka 
Bukan sekedar menjalani ilusi 
Hidup demikian tanpa arti 
Seperti puisi hampa makna yang harus disusun kembali dari sebuah kekosongan.


spacer

Kisah Indah Dialog Surga dan Bumi, Malaikat itu tak bersayap!


Joestin Gaarder adalah seorang intelektual dan penulis asal Norwegia tepatnya di kota Olso. Dia adalah seorang penulis yang unik, hampir pada setiap novel yang dia terbitkan dia selalu menempatkan sudut pandang seorang anak-anak dengan menonjolkan rasa penasaran mereka terhadap dunia. Pada novel Dunia Sophie, dia menulis kalau para filsuf itu memiliki kemiripan dengan anak-anak yaitu kepekaan mereka dan rasa penasaran yang besar akan hal-hal baru yang jarang dimiliki oleh orang dewasa pada umumnya. 

Mungkin kalian tau salah satu novel yang paling terkenal ciptaan Jostein Gaarder yaitu Dunia Sophie (Sophie's World) namun kali ini saya akan bercerita sedikit tentang salah satu novel ciptaan Jostein Gaarder juga yaitu Cecilia dan Malaikat Ariel atau Dunia Cecilia (Through a Glass, Darkly). Novel ini sangatlah menarik bagi saya karena memberi, serta membuka pandangan saya terhadap salah satu ciptaan Tuhan yaitu Malaikat. 

Dalam Agama Samawi Malaikat adalah salah satu ciptaan Tuhan selain Iblis dan Manusia, contoh dalam Agama Islam Malaikat itu adalah mahluk yang diciptakan dari cahaya (Nur) seperti apa yang dihadistkan oleh Nabi Muhammad "Malaikat telah diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala dan Adam telah diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan (ciri-cirinya) untuk kalian" (Hadist Sahih Muslim 2996-60). 

Agama Samawi terdiri dari Islam, Kristen dan Yahudi, ketiga Agama tersebut mempunyai penggambaran malaikat yang berbeda-beda. Islam, Kristen dan Yahudi pada umumnya menggambarkan Malaikat itu mempunyai sayap namun penggambaran pada novel ini berbeda. Pada novel Cecilia dan Malaikat Ariel ini, ada seorang anak bernama Cecilia yang menderita kanker sehingga Cecilia harus menghabiskan hari-harinya di tempat tidur lalu suatu saat Malaikat datang, Malaikat itu bernama Ariel. Selanjutnya terjadilah dialog indah antara Cecilia dan Ariel, Cecilia bertanya dengan penuh kepolosan ke Ariel seperti yang saya tulisakan tadi kalau Joestin Gaarder itu suka memakai sudut pandang anak anak pada novelnya. Pada awalnya Cecilia tidak percaya kalau Ariel itu adalah Malaikat dan kemudian Cecilia bertanya "Mengapa engkau tidak memiliki sayap?, Lalu si Ariel menjawab "Sayap hanyalah takhayul lama". 

Penggambaran Malaikat justru tidak mempunyai sayap seperti apa yang tertanam dalam benak manusia pada hari ini. Saya sangat setuju dengan penggambaran Malaikat yang digambarkan dalam novel ini karena penggambaran malaikatnya sangat logis. Kita setuju kalau Malaikat itu adalah ciptaan yang berbeda, berbeda dari iblis dan juga manusia. Manusia tidak bisa terbang tapi hewan bisa dengan menggunakan sayap hewan-hewan seperti burung bisa terbang bebas di angkasa, manusia dan hewan pada dasarnya adalah ciptaan yang sama, dari darah, daging, tulang namun yang membedakan hanyalah akal. 

Sementara Malaikat adalah ciptaan yang tidak terdiri dari darah, daging ataupun tulang. Kita pakai konsep penciptaan malaikat dalam Islam yaitu Malaikat tercipta dari cahaya (Nur). Sekarang pertanyaannya jika Hewan yang tercipta dari darah, daging dan tulang membutuhkan sayap untuk terbang, kenapa Malaikat juga membutuhkan sayap untuk terbang padahal Malaikat adalah ciptaan yang berbeda. Menurut saya, Malaikat tidak membutuhkan sayap untuk terbang karena Malaikat itu bisa terbang kemana saja tanpa sayap karena pada ayat-ayat atau firman-firman yang ada dalam kitab suci Samawi hanyalah metafora untuk menjelaskan kalau malaikat bisa terbang kemana saja dengan menggunakan simbol sayap sebagai penanda. 

Jadi sayap hanyalah simbol yang diinterpretasikan manusia yang dilekatkan pada malaikat untuk menjelaskan cara Malaikat terbang di dunia ini. Lebih lanjut pada novel tersebut digambarkan kalau Malaikat itu berwujud seperti halnya manusia namun tanpa rambut di kepala, tangan, kaki, ketiak dll. Malaikat juga tidak makan, tidak merasakan sakit, senang, sedih, lapar ataupun haus karena itu hanyalah kebutuhan manusia yang dimana kita tau Malaikat dan Manusia adalah ciptaan yang berbeda. 
Bersambung...
spacer

A moment means forever


Duhai pencipta waktu, maafkan diri ini bila tak tau malu
Waktu tak kuhargai, seperti diriku ini yang bersatu dengan malas dan iri hati.
Kata-kata hanyalah benalu yang mudah layu, aku bercerita seolah mengetahui segala sesuatu.
Mencari makna-makna dalam arti, diriku hanyalah jiwa yang menunggu untuk di akhiri.
 
Senja telah berlalu dan kami sedang berada di ruang makan yang sederhana. Lampu yang tak begitu terang serta suara lantunan Adzan terdengar merdu di telinga menandakan waktu magrib telah tiba. Waktu telah menunjukkan pukul 18.30 pm, saatnya bagi kami sekeluarga menikmati makan malam seperti biasanya, rutinitas yang membosankan pikirku. Seperti biasanya Ibu dan kedua adik perempuanku menyipkan makanan serta menata rapih meja makan, tiap malamnya kami melakukan rutinitas ini, berkumpul sekeluarga dan makan malam bersama. Memang kami hanya bisa berkumpul pada malam hari karena siang hari kami sibuk dengan Keja, kuliah, Sekolah dan juga Bimbingan belajar. Ketika kami mulai makan bersama, percakapan-percakapan kecil mulai muncul entah itu bertemakan politik, sastra, budaya atau mitos, kami hanya bercerita seadanya hingga makanan di piring kami habis. Ketika Ayahku selesai makan tiba-tiba dia mengatakan sebuah lelucon yang membuat kami semua tertawa kecuali diriku sendiri. Saat mereka tertawa, aku memperhatikan mereka satu per satu mulai dari Ibu, kedua adik perempuanku lalu adik laki-lakiku serta yang terakhir ayahku. Mataku berkaca-kaca dan sempat hampir meneteskan air mata di tengah keceriaan keluarga sederhana yang telah di bangun oleh kedua malaikat yang biasa kusebut Ayah dan Ibu. Aku terharu dan juga sadar akan satu hal bahwa "Aku takut jika tak ada lagi momen yang seperti ini datang menghiasi keluarga kami".

Duhai sahabatku jika kalian sedang berkumpul dengan keluarga atau dengan orang-orang yang kalian sayangi, ketika mereka tertawa bersama-sama, jangan ikut tertawa tapi perhatikan mereka satu per satu maka kalian akan sadar betapa berharganya suatu momen dalam hidup bersama orang-orang yang kalian sayang.





spacer